|
H. Lalu Akar |
Lombok Utara - Madrasah Ibtidaiyah Maraqitta’limat (MI-MT) yang terletak di Desa Anyar Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, merupakan sebuah lembaga pendidikan keagamaan yang pertama didirikan di Kecamatan Bayan, yang pada awal pendiriannya penuh dengan tantangan.
Demikian yang terungkap, ketika melakukan dialog dengan beberapa tokoh Yayasan Maraqitta’limat Kecamatan Bayan, diantaranya H. Lalu Akar dan M. Saleh AM.
Sesuai dengan Akte Notaris MI-MT ini didirikan pada 1 Januari 1969, oleh beberapa tokoh masyarakat, yang pada awal berdirinya penuh dengan hambatan, terutama dari para penguasa saat itu, yang kurang menerima kehadiran lembaga pendidikan keagamaan, karena di anggap lawan politik. Maklum orientasi politik praktis yayasan Maraqitta’limat pada tahun itu, berorientasi ke politik Islam yaitu Masyumi.
Tantangan yang dihadapi, bukan saja datang dari para tokoh masyarakat yang kurang mendukung keberadaan lembaga pendidikan keagamaan di Bayan, namun juga dari para pejabat Muspika kedistrikan Bayan. Akibatnya pada saat peresmian Madrasah ini satupun pejabat dari kedistrikan Bayan tidak ada yang hadir, bahkan mereka tidak akan bertanggungjawab, bila terjadi sesuatu hal yang negatif.
Namun berkat tekad dan semangat yang membaja dihati para pendiri Madrasah, serta didukung oleh pimpinan Yayasan Maraqitta’limat yang berpusat di Desa Mamben Lauq, Kabupaten Lombok Timur, TGH. M. Zainuddin Arsyad, sehingga madrasah inipun diresmikan tanpa kehadiran dari pihak kedistrikan yang waktu itu sebagai kepala distrik, R. Kertapati.
Untuk mengawali langkah pendiriannya, menurut H. Lalu Akar, mantan Ketua Cabang Yayasan Maraqitta’limat Kecamatan Bayan, menempati sebuah rumah warga beratap daun rumbia dan belum dipagar oleh pemiliknya yang berlokasi di Dusun Lendang Karang Desa Anyar. Dari rumah sederhana inilah para pendiri yang sekaligus bertindak sebagai pendidik atau guru, memulai langkahnya untuk mengumpulkan para siswa.
M. Saleh AM, salah seorang penggagas sekaligus pendiri MI-MT, Anyar menuturkan kisahnya, pada bulan mei 1967, dirinya pergi berniaga ke Bayan untuk membeli hasil bumi petani seperti bawang merah. Dan pada saat itu, sarana transfortasi memang masih sulit, sehingga dia harus menginap di Desa Anyar. Ketika malam tiba, M. Saleh AM, berkeliling melihat kehidupan warga. Namun pada saat itu, belum ada satu anakpun yang ditemukan belajar mengaji (membaca Al-Qur’an).
Melihat kondisi demikian, terbetiklah niat sucinya, untuk mendirikan sebuah posko sebagai tempat mengajar anak-anak pendidikan agama, tepatnya di rumah Amaq Suarni. Setelah posko berdiri, beberapa anak datang untuk belajar membaca Al-Qur’an dan ilmu agama. Santri pertama yang dididik hanya beberapa orang, diantaranya, Zuhdi, Sahdan, Ahmad dan Husni.
Pada tahun 1968, posko yang dibuat oleh M. Saleh AM, tidak bisa lagi menampung para santri. Melihat antusias anak-anak cukup tinggi, sehingga ia melakukan pertemuan dengan almarhum A. Sahdan untuk merencanakan pendirian madrasah. Perundingan inipun dilanjutkan dengan beberapa tokoh masyarakat, seperti, H. Lalu Akar, Amaq Arpini, Amaq Zainur dan A. Sahdan serta Bapak Ta’rah. Saat itu jumlah santrinya sudah mencapai 60 orang. Ke 60 santri ini dibagi menjadi dua yaitu kelas Maba’ul Awal dan Maba’ust Tsani.
Setelah kesepakatan dicapai dengan para tokoh, kemudian M. Saleh AM, mengundang TGH. M. Zainuddin Arsyad untuk meresmikan madrasah yang didirikan pada akhir tahun 1968. Sayang, saat itu, oleh pihak Keliang, kepala desa dan distrik tidak memberikan ijin untuk meresmikan keberadaan madrasah tersebut.
Lalu mengapa madrasah tersebut tidak diberikan untuk diresmikan? Ini dikarenakan laporan dari pihak Keliang, yang kala itu dijabat oleh Amaq Jumlah, bahwa bila madrasah didirikan di Kedistrikan Bayan, maka adat Bayan akan hancur. “Karena penilaian tersebut sehingga pihak kepala desa yang dijabat R. Nyakrowaji dan Kepala distrik R. Kertapati enggan meresmikan”, tutur M. Saleh AM sambil mengenang masa lalunya.
Karena undangan peresmian madrasah waktu itu sudah berjalan, lanjut M. Saleh, kendati dihadiri oleh beberapa tokoh, peresmianpun dilanjutkan tanpa kehadiran pihak Muspika. Setelah peresmian dilakukan, terjadilah keributan di tengah-tengah masyarakat antara yang pro dan kontra. Dan kondisi ini langsung disampaikan ke pimpinan yayasan Maraqitta’limat, TGH. M. Zainuddin Arsyad.
Mendengar laporan tersebut, TGH.M. Zainuddin Arsyad meminta kepada sekertarisnya H. Abdul Manan yang disaksikan oleh H. Farhan, membuat surat pengaduan ke beberapa pejabat propinsi NTB dan kabupaten Lombok Barat, seperti ke Gubernur, Bupati, Kodim dan Polres Lombok Barat. Dan dalam pengantaran surat tersebut M. Saleh tidak diperbolehkan berwakil, artinya harus diantar langsung kepada yang berhak menerimanya.
Surat yang ditandatangani langsung oleh TGH. M. Zainuddin Arsyad, pertama kali diantar ke Bupati Lombok Barat yang waktu itu dijabat oleh HL. Said. Waktu itu bupati Lobar heran terhadap larangan pendirian madrasah tersebut. “Sekarang ini kan ada Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita), mengapa pendirian madrasah harus distop”, tutur M. Saleh menirukan ungkapan bupati Lobar.
Tanggapan yang sama juga datang dari pimpinan Kodim, Bapak Basyir dan gubernur NTB, Wasito. Dari kantor gubernur, M. Saleh pun melanjutkan perjalanan mengantar surat ke Polres Lombok Barat, Sunyoto. “Bahkan salah seorang ahli hukum yang bekerja di Pengadilan Tinggi Mataram, Marzuki SH, mengajak untuk menindak orang-orang yang menyetop pendirian Madrasah Maraqitta’liat, karena dia menilai tindakan menghalangi pendirian sebuah lembaga pendidikan adalah tindakan PKI gaya baru”, imbuh M. Saleh kelahiran 30 Juni 1940 ini.
Masih menurut M. Saleh, sebagai penguat pendirian madrasah tersebut, adalah salah seorang anggota kepilisian yang kebetulan dinas di kecamatan Bayan yaitu Mujiono. Beliau mendorong terus para tokoh agama untuk melanjutkan pembangunan madrasah sebagai tempat mendidik genarasi penerus bangsa.
Seminggu kemudian, tanggapan surat yang dikirim oleh TGH. M. Zainuddin Arsyad berdatangan dari beberapa pejabat daerah, mulai dari gubernur NTB, Bupati, Kodim dan Polres Lombok Barat, meminta kepada Muspika Bayan untuk segera meresmikan pendirian MI Maraqitta’limat di desa Anyar.
Setelah surat tanggapan itu datang, wakil camat Bayan yang ketika itu H. Lalu Hasan mendatangi pihak pengurus yayasan dan menanyakan tentang peresmian madrasah tersebut. Namun oleh pihak pengurus seperti H. Lalu Akar, tetap menjawab dengan tegas bahwa kalau madrasah Maraqitta’limat sudah diresmikan tanpa kehadiran Muspika kecamatan Bayan.
Melihat kondisi demikian, salah seorang pengurus yaitu Amaq Sayuti kembali menemui TGH.M. Zainuddin Arsyad untuk memohon kehadirannya pada peresmian MI Maraqitta’limat yang ke dua kali, karena pihak Muspika sudah siap menghadiri acaranya.
Tepat tanggal 1 Januari 1969 Acara peresmian pun kembali digelar dengan dihadiri beberapa pejabat di tingkat kecamatan serta dua utusan dari TGH.M. Zainuddin Arsyad, yaitu almarhum TGH. Abdul Manan dan TGH. Abu Bakar.
Rintangan dan tantangan datang silih berganti, yang seolah-olah tiada henti. Mengapa tidak, dikala madrasah ini sudah berjalan, tentu tantangan utamanya adalah masalah pendanaan, sehingga pihak pengurus pun harus mengambil langkah-langkah pasti. Kebijakan yang diambil saat itu, setiap warga yayasan Maraqitta’limat dan simpatisannya, dikenakan setiap bulan Rp. 1000. Hal inipun mendapat tantangan yang cukup berat, karena banyak pihak menilai bahwa apa yang dilakukan oleh pengurus ini adalah salah satu bentuk pungutan liar (pungli).
Namun syukurlah ketika tantangan itu datang, ternyata ada jalan keluarnya. Dan pada saat itu datanglah camat Gangga yang ketika itu dijabat oleh HL. Iskandar (al-marhum) yang juga mantan bupati Lombok Barat, memberikan pengertian kepada beberapa pejabat di tingkat kecamatan Bayan, bahwa pendidikan dibawah naungan yayasan swasta akan dibiaya oleh jama’ahnya. Jadi apa yang dilakukan oleh pihak pengurus itu sudah benar, bukan termasuk katagori pungli.
Selesai persoalan yang satu muncul lagi persoalan baru, dimana ketika itu MI-Maraqitta’limat masih bergabung dengan SDN 1 Desa Anyar. Yaitu siswa SD masuk pagi dan siswa MI masuk sore. Dan ketika itu sudah berjalan, ternyata muncul lagi aturan pemerintah, bahwa setiap sekolah dibawah pengawasan pemerintah diharuskan masuk pagi. Dan tentu saja aturan ini membuat pengurus MI-MT menjadi bingung, karena sebagian besar siswa yang dididik adalah siswa SD. “Dengan keluarnya aturan tersebut, pengurus yayasan harus mencari murid baru, karena sebagian besar siswanya didrop oleh SD 1 Anyar”, tutur H. Lalu Akar, yang juga mantan kepala KUA Kecamatan Bayan.
Menanggapi persoalan tersebut, TGH. M. Zainuddin Arsyad, meminta kepada setiap jama’ah Maraqitta’limat agar menyekolahkan anaknya di madrasah. Dan seruan inipun diikuti oleh jama’ah, sehingga MI-MT mendapat siswa untuk dididik. Seiring dengan perkembangan madrasah ini, salah seorang donatur, Lalu Dahim ayahanda H. Lalu Akar mewaqafkan sebidang tanahnya sebagai tempat membangun gedung madrasah yang hingga sekrang ini masih berdiri tegak di tanah wakaf tersebut.
Kendala demi kendala terus dihadapi dengan penuh ketabahan oleh para pengurus yayasan Maraqitta’limat Desa Anyar. Dan Alhamdulillah MI MT yang pertama berdiri di kecamatan Bayan ini tetap berjalan hingga sekarang dengan satu harapan agar para pengurus yayasan dan para guru untuk lebih agresif lagi membangun dan mengembangkan pendidikan yang ada.
Pengurus boleh berganti, namun semangat perjuangan harus tetap dijunjung tinggi, hingga pada saatnya satu demi satu para pengurus ini meninggalkan dunia yang fana, untuk kembali kehadapan Rabbul Izzati.
Perjuangan Bapak Arpini, Bapak Ta’rah, Amak Sayuti, M. Saleh, AM, M. Saleh, HL. Akar, Mujianto, L. Dahim, dan puluhan tokoh lainnya yang kini sebagiannya sudah tiada, tidak boleh dilupakan oleh para generasi muda. Jadikanlah pengalaman para tokoh ini pelajaran yang berharga bagi kita semua. Ingatlah perjuangan kita masih panjang. Selamat Berjuang Kawan. Semoga para pendiri lebih khusus TGH. M Zainuddin Arsyad bersama pejuang di yayasan Maraqitta’limat yang sudah kembali menghadap Allah
Selengkapnya...