Allah swt berfirman dalam surat An-Nisaa ayat 9 : “Dan hendaklah takut kepda Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”
Secara khusus ayat di atas berkaitan dengan waris. Para orangtua dilarang meninggalkan anak keturunannya tak berharta lalu kemudian terhina dengan menjadi peminta-minta. Islam jelas melarang keras umatnya menghinakan diri seperti itu. Umat Islam diharuskan mandiri, produktif dan pemberi sebagaimana adanya kewajiban zakat, infaq dan sodaqoh.
Namun secara umum ayat ini berkaitan dengan hal yang lebih luas, tidak hanya berbicara tentang waris (harta) tetapi juga yang lainnya. Orangtua diharuskan khawatir meninggalkan (mewariskan) kepada anak cucunya dhu’afa (kelemahan) dalam beberapa hal di antaranya :
1. Lemah harta kekayaan. Seperti telah dijelaskan di atas, Islam mengharuskan umat untuk mewariskan harta kekayaan kepada keturunannya. Namun Islam adalah agama yang pertengahan (wasithiyah), seimbang sesuai fithrah insaniyah. Islam bukan agama yang mengharamkan umat memiliki harta, bukan juga agama yang memerintahkan umat untuk mendewakan harta dan menghambakan dirinya kepada harta. Tidak ada larangan dalam Islam untuk memiliki harta, Selama harta itu membuat pemiliknya semakin mendekatkan diri kepada Allah swt.
2. Lemah fisik. Islam mewanti-wanti agar para orangtua tidak meninggalkan keturunannya dalam keadaan lemah fisiknya. Islam mewajibkan umat untuk memiliki kekuatan fisik sebagaimana telah Allah perintahkan dalam surat Al-Anfaal ayat 60
“Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggetarkan musuh Allah dan musuh kalian….
Rasulullah saw bersabda: “Didiklah anak-anak kalian berenang, melempar dan berkuda.”
Bagaimana mungkin mampu menanggung kewajiban berjihad fi sabilillah jika fisiknya lemah tak berdaya? Bukankah Rasulullah telah mengingatkan bahwa mukmin yang kuat lebih baik dan dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah.
3. Lemah ilmu. Jelas sangat berbahaya jika ada orangtua yang meninggalkan anak keturunannya tidak berilmu. Sebab ilmu adalah modal dasar kehidupan bisa berjalan dengan baik atau tidak. Ilmulah yang pertamakali harus dimiliki oleh setiap muslim sebelum berbicara dan beramal, Imam Bukhari mengatakan “Al-Ilmu qoblal qaul wal ‘amal. “ Hal itulah yang ditegaskan Allah dalam wahyu pertama-Nya kepada Rasulullah saw dalam surat al-‘Alaq ayat pertama “Bacalah (berilmulah) dengan menyebut nama Rabbmu yang menciptakan”. Ilmu pula hal yang pertama kali Allah berikan kepada manusia pertama Adam AS, sebagaimana yang Allah kisahkan dalam surat Al-Baqarah ayat 31. Betapa luar biasanya orang yang memilki ilmu sehingga derajatnya ditinggikan sebagaimana orang-orang yang beriman dalam surat al-Mujadilah ayat 11. (Lihat penjelasan selengkapnya pada artikel ‘Konsep Ilmu dalam Islam’).
4. Lemah Aqidah. Inilah kelemahan yang paling dahsyat bahayanya. Bahaya yang tiada terkira, karena Aqidahlah penentu keselamatan hidup dunia dan akhirat. Orangtua bertanggungjawab penuh atas keselamatan aqidah anak-anaknya seperti yang Allah ingatkan dalam surat At-Tahrim ayat 6: “Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka….”
Dan apakah kita tidak pernah merenungkan peringatan Allah dalam surat Al-baqarah ayat 133 tentang kisah sakaratul mautnya Nabi Ya’qub AS ?
“Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?”….”
Wahai para orangtua akankah yang kita katakan kepada anak-anak kita saat ajal menjemput sama seperti yang ditanyakan Nabi Ya’qub? Yakni kita mengkhawatirkan anak-anak kita menyembah selain Allah swt. Ataukah justru yang akan kita tanyakan saat nyawa sampai tenggorokan adalah “Maa ta’kuluuna min ba’dii?” Apa yang akan kalian makan sepeninggalku.
Rasulullah saw bersabda; “Setiap anak lahir dalam keadaan beraqidah Islam. Maka tanggungjawab orangtuanyalah jika ternyata anaknya itu kemudian beraqidah kufur seperti Yahudi, Nashrani atau Majusi.” (Muslim)
Sesungguhnya anak adalah amanah. Anaklah yang di akhirat nanti akan menjadi penentu apakah kita akan masuk Jannah Allah atau Neraka Allah. wh
Secara khusus ayat di atas berkaitan dengan waris. Para orangtua dilarang meninggalkan anak keturunannya tak berharta lalu kemudian terhina dengan menjadi peminta-minta. Islam jelas melarang keras umatnya menghinakan diri seperti itu. Umat Islam diharuskan mandiri, produktif dan pemberi sebagaimana adanya kewajiban zakat, infaq dan sodaqoh.
Namun secara umum ayat ini berkaitan dengan hal yang lebih luas, tidak hanya berbicara tentang waris (harta) tetapi juga yang lainnya. Orangtua diharuskan khawatir meninggalkan (mewariskan) kepada anak cucunya dhu’afa (kelemahan) dalam beberapa hal di antaranya :
1. Lemah harta kekayaan. Seperti telah dijelaskan di atas, Islam mengharuskan umat untuk mewariskan harta kekayaan kepada keturunannya. Namun Islam adalah agama yang pertengahan (wasithiyah), seimbang sesuai fithrah insaniyah. Islam bukan agama yang mengharamkan umat memiliki harta, bukan juga agama yang memerintahkan umat untuk mendewakan harta dan menghambakan dirinya kepada harta. Tidak ada larangan dalam Islam untuk memiliki harta, Selama harta itu membuat pemiliknya semakin mendekatkan diri kepada Allah swt.
2. Lemah fisik. Islam mewanti-wanti agar para orangtua tidak meninggalkan keturunannya dalam keadaan lemah fisiknya. Islam mewajibkan umat untuk memiliki kekuatan fisik sebagaimana telah Allah perintahkan dalam surat Al-Anfaal ayat 60
“Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggetarkan musuh Allah dan musuh kalian….
Rasulullah saw bersabda: “Didiklah anak-anak kalian berenang, melempar dan berkuda.”
Bagaimana mungkin mampu menanggung kewajiban berjihad fi sabilillah jika fisiknya lemah tak berdaya? Bukankah Rasulullah telah mengingatkan bahwa mukmin yang kuat lebih baik dan dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah.
3. Lemah ilmu. Jelas sangat berbahaya jika ada orangtua yang meninggalkan anak keturunannya tidak berilmu. Sebab ilmu adalah modal dasar kehidupan bisa berjalan dengan baik atau tidak. Ilmulah yang pertamakali harus dimiliki oleh setiap muslim sebelum berbicara dan beramal, Imam Bukhari mengatakan “Al-Ilmu qoblal qaul wal ‘amal. “ Hal itulah yang ditegaskan Allah dalam wahyu pertama-Nya kepada Rasulullah saw dalam surat al-‘Alaq ayat pertama “Bacalah (berilmulah) dengan menyebut nama Rabbmu yang menciptakan”. Ilmu pula hal yang pertama kali Allah berikan kepada manusia pertama Adam AS, sebagaimana yang Allah kisahkan dalam surat Al-Baqarah ayat 31. Betapa luar biasanya orang yang memilki ilmu sehingga derajatnya ditinggikan sebagaimana orang-orang yang beriman dalam surat al-Mujadilah ayat 11. (Lihat penjelasan selengkapnya pada artikel ‘Konsep Ilmu dalam Islam’).
4. Lemah Aqidah. Inilah kelemahan yang paling dahsyat bahayanya. Bahaya yang tiada terkira, karena Aqidahlah penentu keselamatan hidup dunia dan akhirat. Orangtua bertanggungjawab penuh atas keselamatan aqidah anak-anaknya seperti yang Allah ingatkan dalam surat At-Tahrim ayat 6: “Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka….”
Dan apakah kita tidak pernah merenungkan peringatan Allah dalam surat Al-baqarah ayat 133 tentang kisah sakaratul mautnya Nabi Ya’qub AS ?
“Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?”….”
Wahai para orangtua akankah yang kita katakan kepada anak-anak kita saat ajal menjemput sama seperti yang ditanyakan Nabi Ya’qub? Yakni kita mengkhawatirkan anak-anak kita menyembah selain Allah swt. Ataukah justru yang akan kita tanyakan saat nyawa sampai tenggorokan adalah “Maa ta’kuluuna min ba’dii?” Apa yang akan kalian makan sepeninggalku.
Rasulullah saw bersabda; “Setiap anak lahir dalam keadaan beraqidah Islam. Maka tanggungjawab orangtuanyalah jika ternyata anaknya itu kemudian beraqidah kufur seperti Yahudi, Nashrani atau Majusi.” (Muslim)
Sesungguhnya anak adalah amanah. Anaklah yang di akhirat nanti akan menjadi penentu apakah kita akan masuk Jannah Allah atau Neraka Allah. wh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar